Dalilnya karena tidak ada larangan syariah dalam hal ini. Ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits juga tidak ada yang mengharamkan. Diriwayatkan sesungguhnya Bilal -radliyallahu anhu- ketika berziarah ke makam Rasulullah -shallallahu alayhi wa sallam- menangis dan mengosok-gosokkan kedua pipinya di atas makam Rasulullah -shallallahu alayhi wa sallam- yang mulia. Diriwayatkan pula bahwa Abdullah bin Umar -radhiyallahu anhuma- meletakkan tangan kanannya di atas makam Rasulullah -shallallahu alayhi wa sallam-. Keterangan ini dijelaskan oleh Al-Khathib Ibnu Jumlah (lihat kitab Wafa’ul wafa’, karya As-Samhudi, Juz 4 hlm. 1405 dan 1409).
Imam Ahmad dengan sanad yang baik (hasan) menceritakan dari Al-Mutthalib bin Abdillah bin Hanthab, dia berkata : “Marwan bin al-Hakam sedang menghadap ke arah makam Rasulullah -shallallahu alayhi wa sallam-, tiba-tiba ia melihat seseorang sedang merangkul makam Rasulullah. Kemudian ia memegang kepala orang itu dan berkata: ‘Apakah kau tahu apa yang kau lakukan?’. Orang tersebut menghadapkan wajahnya kepada Marwan dan berkata: ‘Ya saya tahu! Saya tidak datang ke sini untuk batu dan bata ini. Tetapi saya datang untuk sowan kepada Rasulullah -shallallahu alayhi wa sallam-’. Orang itu ternyata Abu Ayyub Al-Anshari -radliyallahu anhu-. (Diriwayatkan Imam Ahmad, 5;422 dan Al-Hakim, 4;560)
Diceritakan dari Imam Ahmad bin Hanbal -rahimahullah- bahwa beliau ditanya mengenai hukum mencium makam Rasulullah -shallallahu alayhi wa sallam- dan mimbarnya. Beliau menjawab: “Tidak apa-apa”. Keterangan disampaikan As-Samhudi dalam kitab Khulashah al-Wafa.
Dari sini dapat diketahui bahwa tidak ada seorang ulama dari pada pemimpin-pemimpin muslimin pun yang berkata haramnya mencium dan mengusap kuburan, apalagi mengatakan syirik atau kufur. Yang menjadi perbedaan antara mereka hanya dalam hukum makruh. Barang siapa menyangka dengan berpendapat yang bertentangan dengan apa yang didawuhkan oleh ulama-ulama itu dan menghukumi kalangan awam umat Islam dengan hukum syirik, maka tunjukkanlah dalilnya!”.
Hidayat 'jho'
Sumber: Al-Ajwibah al-Ghaliyah fil firqah an-Najiyah, karya: Al-Habib Zainal Abidin Ba’alawi
mantaaaf mbah!!
BalasHapusi like it tenan,, ^_^
Ay Laik Dis...
BalasHapusAssalamu'alaikum wrwb...
BalasHapusMohon ma'af sbelumnya...
Apa maksud dari hukumnya..."tidak apa-apa"...apakah ini akan menjadi salah satu ibadah atau menjadi kebiasaan yang akan menjadikan kebiasaan itu adalah ibadah...? hal ini yang HARUS kita sama-sama perhatikan...
Jangan sampai kebiasaan ini dijadikan suatu ibadah. Smua sahabat rodiallahuanhu yang melakukan hal ini bukanlah contoh dari perilaku yang diperintahkan Rosululloh SAW. Jadi tidak ada hukum apa-apa tentang ini. Anda telah menjadikan taraf perilaku yang baru dilakukan sahabat Rosululloh adalah sama dengan Hadist shahih.